Senin, 28 April 2014

Lumpang kenteng

Lumpang kenteng

 
Lumpang dari bagian samping atas

Lumpang merupakan wadah berbentuk bejana yang terbuat dari kayu atau batu untuk menumbuk padi, kopi, ataupun bahan olahan lainnya. Lumpang batu memiliki fungsi sebagai tempat menumbuk. Dalam kehidupan sehari-hari, lumpang digunakan untuk menumbuk padi, kopi ataupun bahan makanan yang perlu ditumbuk lainnya. Nama alat yang digunakan untuk menumbuk disebut dengan Alu. Biasanya, Alu terbuat dari kayu dengan bagian tengah yang mengecil untuk pegangan. Sedikit kembali jauh ke masa agak lampau, Lumpang juga dijadikan sebagai ‘mesin’ penumbuk padi. Namun umumnya, lumpang penumbuk padi tidak terbuat dari batu namun dari kayu. Lumpang yang dari kayu disebut dengan Lesung.

Sejarahnya, Batu Lumpang yang ada di desa Legundi itu awalnya adalah batu berukuran cukup besar. Lalu dipahat pada bagian tengahnya sehingga berlubang. Ukurannya kira kira dua pelukan tangan orang dewasa. Panjangnya kira kira dua meter. Memiliki ketinggian sekira 150 centimeter. Dulu, Batu Lumpang itu penting keberadaannya bagi masyarakat setempat.

Menurut bapak Suwono. Dulu lumpang kenteng itu pernah dibawa ke suatu tempat. Akan tetapi pada pagi harinya lumpang kenteng itu kembali ke tempat semula. Dan tidak ada yang tahu bagaimana kembalinya.



Gambar dari atas Lumpang Klenteng


            Dan hingga sampai sekarang lumpang tersebut dikeramatkan oleh masyarakat legundi. setiap ada orang ada yang mempunyai hajat. selalu mengirim doa ke lumpang kenteng di legundi. Itulah sekelumit cerita rakyat dari lingkungan legundi.


Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Lumpang



Situs Dr Radjiman Wedyodiningrat

Situs Rumah Dr. Radjiman Wedyodiningrat


Gerbang Pintu Masuk

Rumah Induk Dr Radjiman

Lumbung Padi


Meski telah berusia lebih dari 134 tahun, rumah tua yang terletak di Dusun Dirgo, Desa Kauman, Kecamatan Widodaren, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, tersebut masih berdiri kokoh. Beberapa sudut bangunan terlihat baru saja direnovasi, namun tidak meninggalkan bentuk aslinya.

Warga desa setempat menyebut rumah tua itu dengan "Kanjengan", yakni rumah kediaman dr Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Radjiman Wedyodiningrat, sang pahlawan bangsa yang tak terlupakan.

Saat berkunjung ke rumah Dr Radjiman Wedyodiningrat kami harus menunggu sang juru kunci yaitu Bp. Sagimin, karena ia mempunyai kepentingan. Kami harus menunggu beliau kurang lebih selama 2 jam. Tak sia-sia kami menunggu, karena bisa mempelajari sejarah Situs Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Radjiman Wedyodiningrat.

Untuk memasuki kawasan situs, para pengunjung akan melewati sebuah gerbang yang besar. Pada gerbang itu terdapat tulisan "Situs Radjiman Wedyodiningrat". Setelah itu, pengunjung akan melewati jalan sepanjang 500 meter untuk menuju bangunan utama Kanjengan.

Banyak foto-foto yang terpajang di dinding Rumah Situs Dr. Radjiman Wedyodiningrat,  itulah yang menjadi saksi bisu bahwa Dr Radjiman memiliki peran penting bagi Bangsa Indonesia. Dan juga memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Presiden RI yang pertama yaitu, Ir Soekarno.

 
Foto Dr. Radjiman


Bangunan utama Kanjengan sangat sederhana. Nuansa perpaduan arisitektur Jawa dan Belanda sangat terasa pada bangunan tersebut. Langit-langit ruangannya tinggi, terbuat dari kayu. Demikian juga model pada daun pintu dan jendelanya, juga mengadopsi perpaduan dua gaya tersebut.

Perabotan yang ada di dalam rumah Dr. Radjiman (Masih Asli)


Meja Rias Dr. Radjiman (Asli)

Ranjang Dr Radjiman Wedyodiningrat (Asli)


“Hampir semua perabotan yang ada di Rumah Situs Dr Radjiman ini asli peninggalan dari Dr. radjiman. Pihak keluarga sengaja mempertahankannya karena kediaman Dr radjiman akan menjadi Situs sejarah” Ujar Bp Sagimin sang juru kunci. Mulai dari meja, kursi, almari, tempat tidur, meja rias, dan sejumlah perabotan lainnya, masih asli. Sudah menjadi tugas Sagimin untuk membersihkan perabotan tersebut agar tetap bersih dan tidak rusak.

Di Rumah ini, dulunya Dr Radjiman hidup bersama dua istri dan tiga orang anaknya. Selama masa hidupnya, Dr Radjiman memiliki lima orang istri yaitu,
1.      Ibu Rochani
2.      Fanmuyen
3.      Ibu karsinah
4.      Ibu Suki
5.      Ibu Sri mardikin
 empat istri merupakan warga Indonesia dan satu lainnya warga Belanda. Dari kelima istri tersebut, ia memiliki tiga anak dari istri yang berbeda.

Beliau datang  dan tinggal diwilayah tersebut pada tahun 1935, membeli sebuah rumah beserta pekarangan dan persawahan seluas total +/- 73 ha dari seorang tuan tanah. Dr.Rajiman menempati rumah tersebut sampai dengan wafatnya beliau di tahun 1951, pada usia 72 tahun.Dalam aktifitasnya selama tinggal di Dirgo dalam kurun waktu sekitar 26 tahun, Dr.Rajiman sering bolak - balik ke Jakarta untuk menghadiri rapat - rapat penting,mengingat  keberadaannya sebagai tokoh dan pejabat negara yaitu sebagai anggota DPR, dengan menggunakan jasa transportasi Kereta Api dari stasiun Walikukun yang hanya berjarak 1,5 Km dari rumahnya.Sebelum wafat Dr.Rajiman menjual areal pekarangan dan persawahan kepada masyarakat sekitar dengan harga yang sangat murah, dan hanya menyisakan untuk keluarganya seluas 7,5 ha saja.Ini wujud kepedulian dan kecintaan beliau kepada masyarakat sekitar.Dr.Rajiman wafat di rumah tersebut pada tahun 1951, dan Presiden RI saat itu Ir.Soekarno datang kerumah tersebut untuk melayat.Beliau di makamkan di makam keluarga di Yogyakarta.Dan atas jasa - jasa beliau selama hidupnya dalam memperjuangkan kemerdekaan maka pemerintah menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional.

Selain usulan dan dukungan untuk menjadi pahlawan nasional,  tempat kediaman Dr Radjiman di Dirgo, Ngawi, juga dijadikan sebagai situs sejarah. Keberadaan Situs ini dinilai semakin memperkaya potensi wisata sejarah yang berada di Kabupaten Ngawi.

“Situs ini telah sering didatangi oleh pengunjung yang ingin mengenal sosok Dr Radjiman lebih jauh. Kebanyakan yang datang adalah anak-anak sekolah dan mahasiswa. Mereka datang untuk belajar sejarah tentang peranan dr Radjiman bagi kemerdekaan Bangsa Indonesia," ujar Juru Kunci , Bp Sagimin.

Kediaman Dr Radjiman akan menjadi satu rangkaian dari sejumlah tempat sejarah lainnya yang ada di Ngawi untuk pengembangan pariwisata Sejarah.


Foto di Gapura Depan Rumah Dr. Radjiman


Foto di Garasi Samping Rumah Dr. Radjiman


Foto di Halaman depan Rumah Dr. Radjiman


Saat Wawancara dengan bapak Sagimin (Sang Juru Kunci)


Foto bersama bapak Sagimin
Foto bersama bapak Sagimin

Sumber : http://www.antarasumsel.com/print/264442/radjiman-wedyodiningrat-pahlawan-yang-terlupakan


Asal-usul Kota Ngawi

Asal usul kota Ngawi


Tugu selamat datang di kota Ngawi

Menurut mbah Ngajiman nama ngawi berasal dari “awi” atau “bambu” yang selanjutnya mendapat tambahan huruf sengau “ng” menjadi “ngawi”.

Demikian pula halnya dengan ngawi yang berasal dari “awi” menunjukkan suatu tempat yaitu sekitar pinggir ”Bengawan Solo” dan ”Bengawan Madiun” yang banyak tumbuh pohon “awi”. Tumbuhan “awi” atau “bambu” mempunyai arti yang sangat bernilai, yaitu :
1.      Dalam kehidupan sehari-hari Bambu bagi masyarakat desa mempunyai peranan penting apalagi dalam masa pembangunan ini.
2.      Dalam Agama Budha , hutan bambu merupakan tempat suci :
·         Raja Ajatasatru setelah memeluk agama Budha, ia menghadiahkan sebuah ” hutan yang penuh dengan tumbuh-tumbuhan bambu” kepada sang Budha Gautama.
·         Candi Ngawen dan Candi Mendut yang disebut sebagai Wenu Wana Mandira atau Candi Hutan Bambu (Temple Of The Bamboo Grove), keduanya merupakan bangunan suci Agama Budha.
3.      Pohon Bambu dalam Karya Sastra yang indah juga mampu menimbulkan inspirasi pengandaian yang menggetarkan jiwa.

Berdasarkan penelitian benda-benda kuno, menunjukkan bahwa di Ngawi telah berlangsung suatu aktifitas keagamaan sejak pemerintahan Airlangga dan rupanya masih tetap bertahan hingga masa akhir Pemerintahan Raja Majapahit. Fragmen-fragmen Percandian menunjukkan sifat kesiwaan yang erat hubungannya dengan pemujaan Gunung Lawu (Girindra), namun dalam perjalanan selanjutnya terjadi pergeseran oleh pengaruh masuknya Agama Islam serta kebudayaan yang dibawa Bangsa Eropa khususnya belanda yang cukup lama menguasai pemerintahan di Indonesia, disamping itu Ngawi sejak jaman prasejarah mempunyai peranan penting dalam lalu lintas (memiliki posisi Geostrategis yang sangat penting).

Tugu selamat jalan kota Ngawi



Sumber : http://ratu-kidol.blogspot.com/2011/05/asal-mula-kota-ngawi.html

Sendang tawun "duk beji"



Sendang Tawun, "Duk Beji"


palenggahan Kyai ageng metawun

Taman wisata pemandian Tawun, terletak di Desa Tawun Kec. Kasreman Kab. Ngawi sekitar 7 Km dari pusat kota kearah timur, yang sebagian besar penduduknya adalah Petani dengan jumlah 10 Dusun, antara lain Dsn Tawun 1 sampai 4, kemudian Mencon, Beton, Bugel, Konten, Pucang dan terakhir Dusun

Dari Kisah berawal pada abad 15. Konon Ki Ageng Tawun (biasa juga di sebut Ki Ageng Mentaun) menemukan Sendang ( Mata Air) yang kemudian diberi nama Sendang Tawun dan Ki Ageng Tawun kemudian menetap disana dan dikaruniai 2 orang anak yaitu Raden Lodrojoyo dan Raden Hascaryo.



Sementara kedua putranya mempunyai kegemaran yang berbeda. Raden Lodrojoyo lebih suka bertani. Sedang Raden Hascaryo lebih condong belajar ilmu Kanuragan (Ilmu Olah Perang) dan berguru pada Raden Sinorowito, putra Kesultanan Pajang, yang kala itu kebetulan sedang berkelana bersama Ki Ageng Tawun dan menetap bersama keluarganya.

Berkat keuletan Olah Keprajuritan, Sultan Pajang berkenan menjadikan Raden Hascaryo sebagai senopati Perang (Panglima). Bagaimanapun, Ki Ageng Tawun akhirnya Gamang hatinya, dan memberikan Pusaka andalannya yang berupa Selendang yang diberi nama Kyai CINDE sebagai bekal dalam pergumulan perang antara Pajang dan Kerajaan Blambangan.

Kembali pada kesederhanaan hidup Raden Lodrojoyo, yang selalu dekat dengan rakyat kecil. Keinginan kuatnya hanya satu, yakni bagaimana caranya agar Mata Air (Sendang) TAWUN yang tak pernah surut airnya meski kemarau panjang ini bisa mengalir di areal persawahan. Karena hanya dengan cara itu, maka kebutuhan air di musim kemarau bisa tercukupi.

Suatu hari yang jatuh pada hari Jum’at Legi pukul 7 malam, dengan memohon ijin Ramandanya, Raden Lodrojoyo, bertekat bulat melakukan Semedi, dengan menjalani TAPA KUNGKUM (Berdo’a sambil merendamkan diri di air), memohon petunjuk pada Tuhan yang Maha Esa agar diberi kemudahan untuk membantu warganya yang kebanyakan kaum petani.

Tempat ritual di sendang tawun

Dan tengah malam, warga dikagetkan dengan suara ledakan yang menggelegar. Berbondong-bondonglah penduduk berhamburan keluar menuju tempat ledakan berasal. Dan terbelalaklah pandangan mereka, begitu mengetahui Sendang TAWUN telah pindah tempat kesebelah utara dengan posisi lebih tinggi dari Areal persawahan Warga sehingga Air mengalir deras menuju persawahan warga.

Namun, keberadaan Raden Lodrojoyo tidak ditemukan. Pencarian dilakukan warga hingga menginjak Hari Selasa Kliwon dan meski sumber mata air dikuras sampai habis, jasadnya tak pernah ditemukan. Dan Untuk mengenang kejadian tersebut, hingga kini di Taman Wisata Tawun selalu diadakan Ritual Adat Bersih Sendang (DUK BEJI) yang selalu tepat mengambil hari Selasa Kliwon dalam setahun sekali. 

Warga beramai-ramai usai mengikuti ritual Duk Beji di Sendang Tawun, Desa Tawun, Kecamatan Kasreman, Kabupaten Ngawi. Bagi warga setempat, Desa Tawunmewariskan legenda yang layak tidak hanya dikenang, namun juga diperingati. Duk Beji salah satunya. Upacara bersih desa ini digelar setiap tahun tepat pada tiap menginjak Selasa Kliwon.

Warga juga kaget dan berhamburan ke luar rumah. Mereka berbondong-bondong menuju ke sendang, asal ledakan, tapi kemudian kaget bukan kepalang. Mata mereka terbelalak sambil penuh keheranan menyaksikan Sendang Tawun telah berpindah tempat ke sebelah utara denganposisi yang lebih tinggi dibandingkan areal persawahan warga. Tak ayal, air sendang itu pun deras mengaliri sawah-sawah warga.

Ketika warga bersukacita menyaksikan areal sawahnya teraliri dan tidak lagi cemas kekeringan di musim kemarau, justru saat itu keberadaan Raden Lodrojoyo raib dan tidak ditemukan. Air di sendang dikurasnya hingga dasarnya tampak. Namun, jasad Raden Lodrojoyo tidak pernah ditemukan.

Meski demikian, warga terus mencarinya hingga menginjak hari Selasa Kliwon. Masih juga jasadsang raden tidak didapatinya.Untuk mengenang kejadian dan jasa RadenLodrojoyo, hingga kini setiap tahun di TamanWisata Tawun selalu diadakan ritual bersihdesa, tepatnya bersih sendang, selalu pada Selasa Kliwon.

Itulah sekelumit kisah tentang Duk Beji yang di ceritakan oleh Mbah Wo Pomo selaku sang juru kunci sendang tawun . Sendang Tawun tidak hanya menjadi lokasi ritual, namun kini juga sebagai salah satu obyek wisata permandian andalan Pemerintah Kabupaten Ngawi. Selain wisata ritual Duk Beji, Wisata Tawun juga memilik keunggulan sebagai lokasi berkembang biaknya habitat bulus jawa (menyerupai kura-kura, namun batok penampangnya lebih besar).Seperti disebutkan situs Sinar Ngawi, legenda menyebutkan bulus jawa itu merupakannenek moyang penduduk setempat.

Alhasil, keberadaan binatang itu tidak pernah diusik oleh warga selain memang kini telah dikategorikan sebagai satwa langka. Sendang Tawun dan sekitarnya telah dijadikan lahan konservasi lingkungan berbasis ekowisata yang dijaga pengembangan dan pelestariannya. Meski demikian, telur-telur bulus itu masih ada yangmemungutnya karena diyakini sebagai obat kuat berkhasiat manjur. 

Foto kebersamaan kami saat melakukan observasi





Sumber : http://www.sinarngawi.com/2011/05/legenda-sendang-tawun-ngawi-jatim-duk.html


Cinde amoh

CINDE AMOH

Disebut cinde amoh  karena beliau memakai  kemben  yang  sudah  lama atau dalam bahasa jawa disebut amoh.



Menurut cerita dari nenek moyang awalnya dahulu cinde amoh prajurit diponegoro. Karena dahulu menurut Mbah Riman ( sang juru kunci ) belanda menyerang pangeran diponegoro karena masuknya pengaruh budaya Barat yang meresahkan para ulama serta golongan bangsawan ,tak terkecuali cinde amoh. Beliau keluar dari perang diponegoro karena sudah tidak kuat dengan perlakuan Belanda. Belanda tidak kunjung menyerah perang dengan pangeran diponegoro. Walaupun kekuatan sudah sangat berkurang, Diponegoro tidak bersedia menyerah. Selama itu pula Belanda tetap merasa tidak aman Lalu hanya Bungkarno yang membuat belanda lelah dan bertekuk lutut.

Sumber : -