Kamis, 01 Mei 2014

Benteng Van Den Bosh ( Benteng Pendem )


BENTENG PENDEM VAN DEN BOSCH (NGAWI JAWA TIMUR)

Benteng Pendem Van Den Bosch terletak di Kelurahan Pelem, Kecamatan Ngawi, Kabupatan Ngawi, Provinsi Jawa Timur. Menurut Pak Sarwo Selaku juru kunci, Benteng ini berdiri pada tahun 1825-1830. Benteng ini bertujuan  untuk menghadapi serangan perlawanan pejuang terhadap penjajah oleh pengikut Pangeran Diponegoro (Perang Jawa pada tahun 1825-1830) yang dipimpin oleh Wirotani. Berdiri di atas lahan seluas ± 1 Hektar, diapit oleh sungai Bengawan Solo pada sebelah utara  dan sungai Bengawan Madiun pada sebelah selatan, tembok benteng berbentuk persegi panjang serta unjungnya dilengkapi dengan Seleka (Bastion), dikelilingi dengan parit dan gundukan tanah, sehingga menjadikan Benteng ini sangat kokoh sebagai basis pertahanan terhadap serangan.

Johannes Graaf Van Den Bosch

Foto J.G Van Den Bosh

Johannes Graaf Van Den Bosch dilahirkan di Herwijnen Provinsi Gelderland, Belanda pada tanggal 2 Februari 1780. Bergabung dengan Dinas Militer pada usia 17 tahun dan ditempatkan di Unit Zeni Tempur. Kapal yang membawanya tiba di Pulau Jawa pada tahun 1797 berpangkat seorang Letnan, akan tetapi pangkatnya cepat dinaikan menjadi Kolonel. Karena berselisih pendapat dengan Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels pada tahun 1810, Beliau dipulangkan ke Belanda. Diusia 28 tahun, Beliau mengundurkan diri dengan jabatan terakhir sebagai Kolonel. Kemudian Beliau diangkat kembali di Ketentaraan menjadi Panglima Maastricht dengan pangkat Mayor Jenderal.  Pada tahun 1827, Beliau diangkat menjadi Komisaris Jederal dan kembali ke Batavia sampai dengan menjabat sebagai Gubernur Hindia Belanda yang ke-43 pada tahun 1830-1834.


1.    Pintu Gerbang Depan (Pertama)

Benteng Van Den Bosch memang terlihat seperti terpendam, dikarenakan tertutup gundukan tanah yang sengaja dibangun sebagai tanggul untuk menghalau luapan air sungai Bengawan (Solo dan Madiun) serta menangkis serangan lawan.  Benteng ini dikelilingi oleh parit selebar ± 5 meter yang dahulunya dipelihara buaya buas, sehingga sulit dan berbahaya bagi tawanan dan pekerja rodi yang mencoba melarikan diri maupun pasukan pejuang yang akan menyerang. 

Pada pintu gerbang pertama, terdapat bekas pondasi jembatan angkat sebagai akses penghubung untuk menuju pintu gerbang depan pertama dan masih terdapat bekas gerigi katrol pengangkat jembatan.

2.    Pintu Gerbang Utama (Masuk)



Gambar Gerbang depan Benteng
Setelah melewati pintu gerbang depan, kemudian dilanjutkan memasuki pintu gerbang utama menuju dalam komplek benteng yang terdapat tulisan tahun 1839-1845 diatas pintu. Tahun tersebut menunjukan sebagai periode tahun pembuatan benteng Van Den Bosch.

3.       Kantor Utama 


Gambar kantor Utama

Bangunan dengan arsitektur bergaya Roman-Indische ini dahulunya digunakan sebagai gedung utama perkantoran bagi tentara Hindia Belanda. Pilar penopangnya begitu kokoh yang dipadu dengan pintu dan jendela besar yang sekilas seperti bangunan Romawi. Pada bagian interiornya masih terdapat lantai asli bercorak papan catur dengan aksen warna putih dan kuning. Kondisi bangunan ini sudah tidak beratap lagi dengan dinding sudah terkelupas.

4.    Makam KH. Muhammad Nursalim
Gaambar makam KH. Muhammad Nursalim


Beliau adalah tokoh penyi’ar Agama Islam pertama di Kabupaten Ngawi serta pahlawan bangsa pengikut Pangeran Diponegoro yang gugur akibat tertangkap oleh serdadu Belanda saat kalah berperang memberontak kepada penjajah.

Setelah tertangkap, Beliau dibawa kedalam benteng. Karena memiliki kesaktian, Beliau tidak mempan ditembak dan dibacok (disiksa), akan tetapi tentara Belanda tidak kehabisan akal, kemudian beliau dikuburkan hidup-hidup dalam posisi terikat kencang. Pemugaran makam Beliau selesai pada tanggal 17 Agustus 1992 oleh Komandan Batalyon Armed 12. Benteng Van Den Bosch sangatlah Istimewa karena didalam kompleknya terdapat sebuah makam pahlawan bangsa.

5.    Kantor Umum

Kondisi bangunan masih berdiri namun sudah tanpa atap, hanya sebagian saja yang tersisa dan dimanfaatkan sebagai tempat (sarang) burung walet. 

Dahulunya terdapat juga pilar-pilar  sebagai penopang yang bergaya Romawi, hal ini dikarenakan masih terdapat bekas landasan dari pilar tersebut. Kemungkinan berukuran jauh lebih besar dan tinggi dari pilar di bangunan kantor utama didepannya. Bangunan juga berlantai dua dengan tangga yang terbuat dari kayu sebagai akses menuju lantai atas. Bekas tangganya masih bisa dijumpai walaupun kayunya sudah tidak ada. Diantara kedua bangunan ini, terdapat lapangan yang dahulunya digunakan sebagai lokasi persiapan apel pasukan (upacara bendera). Disebelah baratnya, atau diatas pintu gerbang masuk  utama, terdapat bekas tempat menaruh Jam. Konon jam tersebut  loncengnya terdengar sangat keras saat akan diadakan aktifitas apel pasukan atau pergantian waktu.

6.    Sumur

Gambar Sumur

Tepat disebelah selatan dari bangunan kantor umum, terdapat dua buah sumur yang dahulunya digunakan oleh Belanda untuk membuang jenazah korban penangkapan (tahanan) dan para pekerja rodi sehingga menjadi sebuah kuburan masal. Tentara Hindia Belanda menangkap dan mengumpukan Pekerja dari sekitar wilayah Ngawi,  kemudian dipaksa untuk mengerjakan proyek pebangunan Benteng Van Den Bosch.

Pada sumur pertama yang berada di sebelah timur (masih terdapat tembok pembatasnya) para korban diceburkan kedalam sumur yang memiiki kedalaman ± 100-200 meter dalam kodisi meninggal maupun sakit setelah bekerja rodi. Kondisinya mengenaskan dan sebenarnya para korban minta untuk disempurnakan. Suasanya terasa panas dkarenakan mungkin terdapat 50 bahkan lebih jenazah yang masih terkubur dan belum diangkat, termasuk jenazah salah seorang Alim ulama Kyai yang turut diceburkan kedalam sumur ini.  

Sumur berikutnya yang terletak disebelah barat (sudah tidak terdapat lagi tembok pembatasnya dan hanya menyisakan bekas pondasi bata yang melingkar/ diratakan) kondisinya jauh lebih terasa panas dan gembur (terasa berbeda dengan tanah yang tidak masuk area bekas sumur), dikarenakan jumlah korban lebih banyak, termasuk digunakan sebagai lokasi pembuangan jenazah pembantaian anggota PKI pada kurun waktu tahun 1966-1968.  Menurut penuturan Bapak Tri Edi Sarwo, kontur tanah di sumur ini setiap hari menurun (amblas), sehingga untuk mengatasinya  ditimbun dengan tanah, rumput dan sampah, agar tidak terus turun. Kotatuaku juga turut mendoakan agar arwah para korban dapat diterima di sisi Tuhan Yang Maha Esa.

7.    Bangunan Gedung yang di Bom oleh Jepang
Gedung yang di Bom Jepang

Bangunan ini terletak disebelah (paling) selatan. Ukurannya seperti kantor umum dengan dua lantai dan diperkirakan merupakan bagian dari asrama/ barak bagi tentara/ serdadu Belanda, namun beberapa bagian sudah runtuh, terutama bagian atap dan beberapa temboknya, dikarenakan pernah di bom oleh tentara Dai Nippon (Jepang) pada kurun waktu 1942-1943/ saat perang Dunia II. Bagian bangunan yang lainnya sudah ditumbuhi oleh pohon beringin yang sangat besar dengan akar-akarnya yang mencengkram sebagian tembok bangunana ini. Pada bagian tengah bawah dari bangunan ini juga terdapat pintu gerbang yang menghadap kearah timur atau Sungai Bengawan Madiun, yang dahulunya di lokasi ini terdapat sebidang tanah (lapang kecil) untuk kegiatan mengumpulakan dan member makan kepada pekerja rodi.

8.    Ruang Penjara

Pada setiap tangga yang menuju ke lantai 2 pada bangunan yang dahulu digunakan sebagai asrama/ barak tentara ini, dibawah tangga tersebut dimanfaatkan sebagai penjara yang diperuntkan bagi tahanan  yang melawan/ menentang penjajahan Kolonial Belanda waktu itu. Terdapat tiga buah ruang penjara (setiap di bawah tangga), mulai dari yang berukuran besar. Sedang dan kecil (sangat sempit) mengikuti bentuk (tinggi) tangga tersebut yang ditujukan mengikuti kesalahan dari tahanan dari ringan, sedang sampai berat. Dahulunya tahanan tersebut dimasukan dalam kondisi ruangan yang berjubel sehingga pengat dan sesak. Dikarenakn tidak manusiawi, maka banyak dari para tahanan yang meninggal saat berada di ruang penjara ini dikarenakan sakit, tidak diberi makan dan harus berebut udara dengan tahanan lainnya. 

9.    Barak (Asrama) Tentara

Bangunan yang sebenarnya berlantai tiga ini adalah asrama/ barak yang diperuntukan bagi serdadu Belanda. Posisinya mengelilingi kantor Utama, kantor umum dan lapangan. Pada setiap gedung dilantai dua, dihubungkan dengan jembatan (penyeberangan).  

Kondisi bangunan sebagian ada yang tanpa atap, keropos dan ditumbuhi berbagai rumput, tanaman liar  bahkan akar pohon beringin. Selain itu bangunan ini digunakan sebagai penangkaran (sarang) burung Walet dan dijadikan sarang liar oleh Kelelawar. Kayu yang digunakan sebagai sekat antara lantai dasar dengan tingkat diatasnya, banyak yang sudah lapuk dan mulai keropos. Sebagian malah ada yang sudah ambrol, sehingga berbahaya bagi pegunjung.

10. Pintu Gerbang Belakang

Gerbang Belakang Benteng

Pintu Gerbang Belakang atau yang berada di bagian paling timur dari benteng Van Den Bosch, menghadap langsung ke arah pertemuan dua sungai besar (Bengawan Solo dan Madiun) yang dahulunya merupakan desa Ngawi Purba sebagai cikal bakal Kabupaten Ngawi. Pada gerbang ini terdapat jeruji pintu besi dan jika sudah keluar dari komplek Benteng, maka terdapat gundukan tanah dan parit.
foto bersama bapak Sarwo (sang juru Kunci)


Saat kami melakukan wawancara

Foto kebersamaan kami saat di benteng Pendem









1 komentar: