BENTENG PENDEM VAN DEN BOSCH (NGAWI JAWA
TIMUR)
Benteng Pendem Van Den Bosch terletak di Kelurahan Pelem, Kecamatan Ngawi,
Kabupatan Ngawi, Provinsi Jawa Timur. Menurut Pak Sarwo Selaku juru kunci,
Benteng ini berdiri pada tahun 1825-1830. Benteng ini bertujuan untuk
menghadapi serangan perlawanan pejuang terhadap penjajah oleh pengikut Pangeran
Diponegoro (Perang Jawa pada tahun 1825-1830) yang dipimpin oleh Wirotani. Berdiri di atas lahan seluas ± 1 Hektar, diapit
oleh sungai Bengawan Solo pada sebelah utara dan sungai Bengawan Madiun
pada sebelah selatan, tembok benteng berbentuk persegi panjang serta unjungnya
dilengkapi dengan Seleka (Bastion), dikelilingi dengan parit dan gundukan
tanah, sehingga menjadikan Benteng ini sangat kokoh sebagai basis pertahanan
terhadap serangan.
Johannes Graaf Van
Den Bosch
Johannes Graaf Van Den Bosch dilahirkan di
Herwijnen Provinsi Gelderland, Belanda pada tanggal 2 Februari 1780. Bergabung
dengan Dinas Militer pada usia 17 tahun dan ditempatkan di Unit Zeni Tempur. Kapal
yang membawanya tiba di Pulau Jawa pada tahun 1797 berpangkat seorang Letnan,
akan tetapi pangkatnya cepat dinaikan menjadi Kolonel. Karena berselisih
pendapat dengan Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels pada tahun 1810,
Beliau dipulangkan ke Belanda. Diusia 28 tahun, Beliau mengundurkan diri dengan
jabatan terakhir sebagai Kolonel. Kemudian Beliau diangkat kembali di
Ketentaraan menjadi Panglima Maastricht dengan pangkat Mayor Jenderal.
Pada tahun 1827, Beliau diangkat menjadi Komisaris Jederal dan kembali ke
Batavia sampai dengan menjabat sebagai Gubernur Hindia Belanda yang ke-43 pada
tahun 1830-1834.
1.
Pintu Gerbang Depan
(Pertama)
Benteng
Van Den Bosch memang terlihat seperti terpendam, dikarenakan tertutup gundukan
tanah yang sengaja dibangun sebagai tanggul untuk menghalau luapan air sungai
Bengawan (Solo dan Madiun) serta menangkis serangan lawan. Benteng ini
dikelilingi oleh parit selebar ± 5 meter yang dahulunya dipelihara buaya buas,
sehingga sulit dan berbahaya bagi tawanan dan pekerja rodi yang mencoba
melarikan diri maupun pasukan pejuang yang akan menyerang.
Pada
pintu gerbang pertama, terdapat bekas pondasi jembatan angkat sebagai akses
penghubung untuk menuju pintu gerbang depan pertama dan masih terdapat bekas
gerigi katrol pengangkat jembatan.
Setelah
melewati pintu gerbang depan, kemudian dilanjutkan memasuki pintu gerbang utama
menuju dalam komplek benteng yang terdapat tulisan tahun 1839-1845 diatas
pintu. Tahun tersebut menunjukan sebagai periode tahun pembuatan benteng Van
Den Bosch.
Bangunan
dengan arsitektur bergaya Roman-Indische ini dahulunya digunakan
sebagai gedung utama perkantoran bagi tentara Hindia Belanda. Pilar penopangnya
begitu kokoh yang dipadu dengan pintu dan jendela besar yang sekilas seperti
bangunan Romawi. Pada bagian interiornya masih terdapat lantai asli bercorak
papan catur dengan aksen warna putih dan kuning. Kondisi bangunan ini sudah
tidak beratap lagi dengan dinding sudah terkelupas.
4.
Makam KH. Muhammad Nursalim
Beliau
adalah tokoh penyi’ar Agama Islam pertama di Kabupaten Ngawi serta pahlawan
bangsa pengikut Pangeran Diponegoro yang gugur akibat tertangkap oleh serdadu
Belanda saat kalah berperang memberontak kepada penjajah.
Setelah
tertangkap, Beliau dibawa kedalam benteng. Karena memiliki kesaktian, Beliau
tidak mempan ditembak dan dibacok (disiksa), akan tetapi tentara Belanda tidak
kehabisan akal, kemudian beliau dikuburkan hidup-hidup dalam posisi terikat
kencang. Pemugaran makam Beliau selesai pada tanggal 17 Agustus 1992 oleh
Komandan Batalyon Armed 12. Benteng Van Den Bosch sangatlah Istimewa karena
didalam kompleknya terdapat sebuah makam pahlawan bangsa.
5.
Kantor Umum
Kondisi
bangunan masih berdiri namun sudah tanpa atap, hanya sebagian saja yang tersisa
dan dimanfaatkan sebagai tempat (sarang) burung walet.
Dahulunya
terdapat juga pilar-pilar sebagai penopang yang bergaya Romawi, hal ini
dikarenakan masih terdapat bekas landasan dari pilar tersebut. Kemungkinan
berukuran jauh lebih besar dan tinggi dari pilar di bangunan kantor utama
didepannya. Bangunan juga berlantai dua dengan tangga yang terbuat dari kayu
sebagai akses menuju lantai atas. Bekas tangganya masih bisa dijumpai walaupun
kayunya sudah tidak ada. Diantara kedua bangunan ini, terdapat lapangan yang
dahulunya digunakan sebagai lokasi persiapan apel pasukan (upacara
bendera). Disebelah baratnya, atau diatas pintu gerbang masuk utama,
terdapat bekas tempat menaruh Jam. Konon jam tersebut loncengnya
terdengar sangat keras saat akan diadakan aktifitas apel pasukan atau
pergantian waktu.
6.
Sumur
Tepat
disebelah selatan dari bangunan kantor umum, terdapat dua buah sumur yang
dahulunya digunakan oleh Belanda untuk membuang jenazah korban penangkapan
(tahanan) dan para pekerja rodi sehingga menjadi sebuah kuburan masal. Tentara
Hindia Belanda menangkap dan mengumpukan Pekerja dari sekitar wilayah
Ngawi, kemudian dipaksa untuk mengerjakan proyek pebangunan Benteng Van
Den Bosch.
Pada
sumur pertama yang berada di sebelah timur (masih terdapat tembok pembatasnya)
para korban diceburkan kedalam sumur yang memiiki kedalaman ± 100-200 meter
dalam kodisi meninggal maupun sakit setelah bekerja rodi. Kondisinya
mengenaskan dan sebenarnya para korban minta untuk disempurnakan. Suasanya
terasa panas dkarenakan mungkin terdapat 50 bahkan lebih jenazah yang masih
terkubur dan belum diangkat, termasuk jenazah salah seorang Alim ulama Kyai
yang turut diceburkan kedalam sumur ini.
Sumur
berikutnya yang terletak disebelah barat (sudah tidak terdapat lagi tembok
pembatasnya dan hanya menyisakan bekas pondasi bata yang melingkar/ diratakan)
kondisinya jauh lebih terasa panas dan gembur (terasa berbeda dengan tanah yang
tidak masuk area bekas sumur), dikarenakan jumlah korban lebih banyak, termasuk
digunakan sebagai lokasi pembuangan jenazah pembantaian anggota PKI pada kurun
waktu tahun 1966-1968. Menurut penuturan Bapak Tri Edi Sarwo, kontur
tanah di sumur ini setiap hari menurun (amblas), sehingga untuk
mengatasinya ditimbun dengan tanah, rumput dan sampah, agar tidak terus
turun. Kotatuaku juga turut mendoakan agar arwah para korban dapat diterima di
sisi Tuhan Yang Maha Esa.
7.
Bangunan Gedung
yang di Bom oleh Jepang
Bangunan
ini terletak disebelah (paling) selatan. Ukurannya seperti kantor umum dengan
dua lantai dan diperkirakan merupakan bagian dari asrama/ barak bagi tentara/
serdadu Belanda, namun beberapa bagian sudah runtuh, terutama bagian atap dan
beberapa temboknya, dikarenakan pernah di bom oleh tentara Dai Nippon (Jepang)
pada kurun waktu 1942-1943/ saat perang Dunia II. Bagian bangunan yang lainnya
sudah ditumbuhi oleh pohon beringin yang sangat besar dengan akar-akarnya yang
mencengkram sebagian tembok bangunana ini. Pada bagian tengah bawah dari bangunan
ini juga terdapat pintu gerbang yang menghadap kearah timur atau Sungai
Bengawan Madiun, yang dahulunya di lokasi ini terdapat sebidang tanah (lapang
kecil) untuk kegiatan mengumpulakan dan member makan kepada pekerja rodi.
8.
Ruang Penjara
Pada
setiap tangga yang menuju ke lantai 2 pada bangunan yang dahulu digunakan
sebagai asrama/ barak tentara ini, dibawah tangga tersebut dimanfaatkan sebagai
penjara yang diperuntkan bagi tahanan yang melawan/ menentang penjajahan
Kolonial Belanda waktu itu. Terdapat tiga buah ruang penjara (setiap di bawah
tangga), mulai dari yang berukuran besar. Sedang dan kecil (sangat sempit)
mengikuti bentuk (tinggi) tangga tersebut yang ditujukan mengikuti kesalahan
dari tahanan dari ringan, sedang sampai berat. Dahulunya tahanan tersebut
dimasukan dalam kondisi ruangan yang berjubel sehingga pengat dan sesak.
Dikarenakn tidak manusiawi, maka banyak dari para tahanan yang meninggal saat
berada di ruang penjara ini dikarenakan sakit, tidak diberi makan dan harus
berebut udara dengan tahanan lainnya.
9.
Barak (Asrama) Tentara
Bangunan yang sebenarnya berlantai tiga ini adalah asrama/ barak yang
diperuntukan bagi serdadu Belanda. Posisinya mengelilingi kantor Utama, kantor
umum dan lapangan. Pada setiap gedung dilantai dua, dihubungkan dengan jembatan
(penyeberangan).
Kondisi bangunan sebagian ada yang tanpa atap, keropos dan ditumbuhi
berbagai rumput, tanaman liar bahkan akar pohon beringin. Selain itu
bangunan ini digunakan sebagai penangkaran (sarang) burung Walet dan dijadikan sarang
liar oleh Kelelawar. Kayu yang digunakan sebagai sekat antara lantai dasar
dengan tingkat diatasnya, banyak yang sudah lapuk dan mulai keropos. Sebagian
malah ada yang sudah ambrol, sehingga berbahaya bagi pegunjung.
10. Pintu Gerbang Belakang
Pintu Gerbang
Belakang atau yang berada di bagian paling timur dari benteng Van Den Bosch,
menghadap langsung ke arah pertemuan dua sungai besar (Bengawan Solo dan
Madiun) yang dahulunya merupakan desa Ngawi Purba sebagai cikal bakal Kabupaten
Ngawi. Pada gerbang ini terdapat jeruji pintu besi dan jika sudah keluar dari
komplek Benteng, maka terdapat gundukan tanah dan parit.
Foto kebersamaan kami saat di benteng Pendem
info yg belum pernah kami tahu,,,,
BalasHapus